Selasa, 09 Juli 2013

artikel jam karet


Waktu Adalah Emas
Oleh: Ika Rizqi Lestari
Mahasiswi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Waktu adalah hal penting yang harus kita perhatikan dalam melakukan sesuatu. Sedetikpun waktu itu harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang berguna. Jangan menyepelekan waktu yang kita punya.  Sering kali kita jumpai orang-orang yang tidak pernah memperhatikan waktu, tidak pernah tepat waktu ketika mendatangi sebuah acara. Dalam hal pendidikan misalnya, di kampus-kampus masih banyak dijumpai mahasiswa ataupun dosen-dosen yang datang terlambat masuk kuliah sehingga menyebabkan waktu terbuang dengan sia-sia. Hal itu patut untuk ditinggalkan, hargai waktu karena waktu itu sangat berharga.
Stop budaya jam karet!. Khususnya dalam bidang pendidikan, budaya jam karet harus dimusnahkan, dan kedisiplinan harus ditingkatkan. Dengan prinsip itu diharapkan mahasiswa ataupun dosen bisa memanfaatkan waktu yang ada dengan tidak terlambat datang ke kampus. Mahasiswa ataupun Dosen itu adalah sosok yang seharusnya memberi teladan baik bagi masyarakat luas dalam segala hal, termasuk juga dalam hal tepat waktu.
Mungkin bagi sebagian orang, tepat waktu adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Jam karet memang sudah mengakar dalam diri dan menjadi sebuah kebiasaan orang Indonesia. Kesadaran akan berharganya sebuah waktu masih rendah. Padahal, tidak menghargai waktu dapat digolongkan juga sebagai korupsi waktu. Berawal dari korupsi banyak kerugian yang akan ditimbulkan. Misalnya saja, ketika kita menunda-nunda waktu hasil yang akan dicapai dalam melakukan pekerjaan akan tidak maksimal. Sebab itu, hentikan budaya jam karet. Ingat, Tidak ada harga atas waktu tapi waktu itu sangat berharga !.

artikel pendidikan


GURU, SUDAHKAN ANDA PROFESIONAL?
Oleh: Ika Rizqi Lestari
Mahasiswi Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang

Pendidik atau guru merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam proses pembelajaran. Dalam pendidikan, guru atau disebut juga pendidik itu harus mempunyai 4 kompetensi dasar yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.
Dalam UU No. 14 tahun 2005 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Kaitannya dengan kompetensi profesional, guru dapat dikatakan profesional apabila dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik dengan baik serta dapat menghasilkan peserta didik yang benar-benar berkualitas. Tidak hanya dapat meluluskan ujian peserta didiknya dengan nilai yang tinggi karena ketidakjujurannya, sebagai contoh banyak guru yang membantu peserta didiknya menjawab soal-soal ujian dengan menyebarkannya melalui pesan singkat atau sms. Cara tersebut sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang guru yang profesional.
Banyak dijumpai status profesional seorang guru hanya diberikan oleh seorang kepala sekolah, padahal profesional itu tidak hanya dilihat dari segi lembaran-lembaran kertas atau setumpuk sertifikat-sertifikat yang mungkin didapatkan dari ketidakjujuran. Seharusnya penilaian profesional itu tidak hanya diberikan oleh seorang kepala sekolah melainkan semua orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan seperti contohnya peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik merupakan sosok yang secara langsung bertemu dengan guru dalam proses pembelajaran, seharusnya peserta didik juga mempunyai hak untuk menilai gurunya itu profesional atau tidak.
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 tahun 2009 juga disebutkan “agar menjadi profesional maka guru harus melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB)”, antara lain dengan cara mengembangkan diri, membuat karya-karya yang kreatif serta inovatif. Dalam hal ini sebagai seorang guru, harus kreatif menggunakan metode, media serta model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Selain itu juga sebelum melaksankan proses pembelajaran, guru diharapkan terlebih dahulu membuat rencana perencanaan pembelajaran agar pembelajaran yang akan dilaksanakan lebih terarah serta dapat didokumentasikan.
Dalam kenyataannya, masih banyak dijumpai guru-guru yang belum melakukan pengembangan keprofesian. Yang terpenting bagi mereka (para guru) adalah melaksanakan tugasnya sebagai guru, yaitu mengajar pelajaran kepada peserta didiknya. Mereka tidak mempedulikan bagaimana cara menyampaikan pelajaran dengan hasil peserta didiknya itu paham dan jelas apa yang disampaikannya. Yang terpenting bagi mereka, materi pelajaran cepat selesai tanpa memperhatikan metode, media ataupun model pembelajaran yang digunakan. Dalam proses pembelajaran pun hanya metode ceramah yang digunakan tanpa ada variasi lain. Seharusnya, guru itu melakukan berbagai variasi dalam proses pembelajaran, variasi dari segi metode, ataupun medianya agar peserta didik tidak bosan dan lebih dapat menangkap pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Walaupun sudah ada yang melakukan variasi metode atau media dalam proses pembelajaran tetapi masih banyak juga dijumpai guru-guru yang tidak membuat perencanaan pembelajaran sebelum melakukan proses pembelajaran. Padahal guru sudah dipandu untuk membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). RPP bisa dijadikan acuan guru dalam proses pembelajaran, dan dengan adanya RPP proses pembelajaran akan lebih terarah, guru juga lebih terbimbing, tidak asal mengajar yang akhirnya informasi yang disampaikan tidak sampai kepada peserta didik.
Guru yang profesional dituntut untuk bisa membuat karya ilmiah, membuat makalah, melakukan penelitian pendidikan, membuat karya-karya yang kreatif serta inovatif. Guru tidak saja menyampaikan materi dengan ceramah saja, tetapi dibebaskan untuk mengembangkan kreativitasnya. Guru juga dituntut untuk menguasai materi pembelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didiknya, sehingga ketika ada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik, guru bisa menjawab dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang guru itu sebaiknya mengajar dibidang yang sama dengan pendidikan atau keahlian yang dimilikinya. Seperti contohnya, seorang Sarjana Matematika sebaiknya ia juga mengajarkan mata pelajaran matematika.
Guru yang profesional tidak saja hanya menginginkan upah atau gaji yang tinggi, sehingga tidak mempedulikan bagaimana cara mengajarnya, apa materi yang diajarkannya, peserta didiknya paham atau tidak yang penting baginya adalah ia mendapatkan gaji yang tinggi untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Guru yang seperti ini biasanya malas untuk mengajar, ia cenderung melepas peserta didiknya untuk belajar sendiri, menyuruh peserta didik untuk membaca buku sendiri atau mengerjakan tugas sedangkan ia justru bersantai ria keluar dari kelas, ke kantin, ngobrol dengan guru lain bahkan malah ditinggal tidur. Sikap tersebut harus ditinggalkan bagi seorang guru professional karena sama sekali tidak mencerminkan sikap yang profesional.
Guru adalah jantungnya pendidikan. Tanpa denyut dan peran aktif guru, kebijakan pembaruan pendidikan secanggih apa pun tetap akan sia-sia. Sebagus apapun dan semodern apapun sebuah kurikulum dan perencanaan pembelajaran dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas dan profesional, tidak akan membuahkan hasil optimal. Artinya, pendidikan yang baik dan unggul tetap akan tergantung pada kondisi mutu guru. Sebagai generasi penerus bangsa, marilah tingkatkan mutu pendidikan di Indonesia dengan menjadi guru yang profesional.


Senin, 08 Juli 2013

FEATURE


FEATURE

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:  Pendidikan Jurnalistik
Dosen Pengampu: M. Rikza Chamami, M. SI.











Disusun oleh:

Iis Maghfiroh                                     (103111115)
Ika Rizqi Lestari                               (103111116)
Ikfina Kamalia Rizqi                        (103111117)



FAKULTAS  TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
FEATURE
I.     PENDAHULUAN
Sebuah feature merupakan sebuah berita baru dan informatif, namun peran utama berita ini aadalah menghidupkan suatu berita isu atau pribadi seseorang. Jika dikaitkan dengan kejadian yang baru, berita feature meletakkan kejadian itu dalam prespektif yang lebih luas, membantu menjelaskan dampak kejadian melalui kisah-kisah ringan dan contoh-contoh. Berita feature terbaik adalah pemberitaan yang akurat yang membuat pembaca paham dan bisa merasakan. Feature berarti menulis dengan penggambaran yang hidup. Pembaca diajak mengenali persoalan dengan enteng, mengalir, dan tidak ruwet. Tiap soal dijelaskan melalui peristiwa. Peristiwa demi peristiwa yang menjalin kisah membingkai tema besar kemanusiaan.
Bab ini menjelaskan beberapa tipe berita feature. Titik beratnya pada cara membuat berita yang menarik dan akurat. Jadikan berita sebagai cara untuk merangsang ide-ide baru.
II.  RUMUSAN MASALAH
A.    Apakah pengertian Feature?
B.     Apa sajakah Jenis-jenis Feature?
C.     Apa sajakah Struktur Feature?
D.    Bagaimana Tekhnik Penulisan Feature?

III.   PEMBAHASAN
A.    Pengertian Feature
Feature dalam arti luas merupakan tulisan-tulisan di luar berita, dapat berupa tulisan ringan, berat, tajuk rencana, opini, sketsa, laporan pandangan mata dan sebagainya. Sedangkan dalam arti sempit, feature adalah tulisan yang sifatnya dapat menghibur, mendidik, memberi informasi, dan lain sebagainya mengenai aspek kehidupan dengan gaya yang bervariasi (Zain, 1993). Lebih jauh Zain menjelaskan, beda feature dengan tajuk rencana, feature  mengemukakan opininya tidak kentara, menggunakan contoh-contoh, pelukisan suasana, meminjam pernyataan-pernyataan pihak yang bertanggung jawab dan lebih panjang, sedangkan tajuk rencana lebih rasional dan sangat pendek. Beda feature dengan cerpen dari sisi isinya, feature  berdasarkan fakta sebagian nilai jurnalistik, sedangkan cerita pendek lebih condong ke fiksi.
Santana (2005) mengemukakan, feature itu merupakan suatu informasi yang human interest , terkait dengan ketertarikan dan minat ornag tentang people (orang) dan things (pikiran orang itu) , yang mungkin  unusual (tidak lazim) dan ketidakbiasaan itu yang membuat informasi tersebut menjadi menarik. Kisah human interest feature, menurut Santana (2005) menjadi “hidup”, berwarna, ketika khalayak diajak membayangkan rincian atau detail, latarbelakang peristiwa, dan tindakan-tindakan terentu. Cara demikian seakan-akan membawa pembaca media cetak, pendengar radio atau pemirsa televisi ketempat kejadian. Mengikuti apa yang diketahui dan dirasakan penulis, seperti sedih atau gembira.
Dalam berita biasa yang bersifat hard, apalagi berita langsung, umumnya paparan deskripsi dihindari. Pelaporan segera dilakukan, kolom media cetak atau durasi waktu media elektronik terbatas. Pembaca, pendengar atau pemirsa ingin segera mendapat informasi, tetapi menulis feature tidak seperti itu, justru penulis feature selalu mengandalkan deskripsi yang tetap bersandar pada standar akurasi jurnalistik (Santana, 2005). Dengan dasar itu, secara kasar dapat dikatakan berita mengutamakan sasaran pada rasio pembaca, pendengar atau pemirsa, sedangkan feature lebih mengutamakan target, sasaran perasaan, misalnya bisa sedih, gembira, marah atau terharu.
Dengan dasar perbedaan-perbedaan tersebut, bisa didefinisikan bahwa feature merupakan berita yang mengisahkan sesuatu dan ditulis dengan gaya bahasa seperti menulis karya seni, dengan target menyentuh perasaan.[1]
Menurut Alexis McKinney, veteran di ruang redaksi selama 30 tahun memberikan definisi tentang feature yang bunyinya kira-kira sebagai berikut:
Feature menemukan dampaknya di luar bidang dasar-dasar penulisan berita straight news dan di luar who-what-where-why and how yang tanpa polesan.
Keabsahan, kekuatan, dan ciri pengenal feature terletak pada penetrasi imaginasinya bukan pada pemisahannya dari kebenaran dan pada pelonggaran kebenarannya, tetapi pada penembusannya ke dalam kebenaran yang khas dan khusus yang menggugah perasaan ingin tahu, perasaan simpati, perasaan skeptic, perasaan humor, perasaan cemas, atau perasaan takjub orang.
Menulis sebuah feature dapat disebut sebagai presentasi cerdas tentang fakta-fakta dan gagasan-gagasan sehingga fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang tidak kentara bisa menjadi pusat perhatian pengamat yang sambil lalu.
Sedangkan menurut Charnley, istilah feature sebenarnya mencakup juga beragam berita yang mengandung isi yang nonimaginatif maupun yang nonemotif. Dalam arti yang luas, katanya, akan amanlah jika dikatakan bahwa feature adalah berita yang bahannya dipilih untuk disajikan terutama karena unsur beritanya bukan ditekankan pada aktualitas.[2]
Pendekatan Charnley di atas mengurangi pemberian tekanan pada nilai-nilai emosional yang terdapat dalam definisi McKinney, maupun pada unsur aktualitas yang terdapat dalam berita-berita formal. Pendekatan Charnley tersebut sebaliknya menyatakan bahwa aktualitas bukan ciri dominan sebuah berita feature, baik bagi media sendiri maupun bagi konsumen.
Berita feature bukanlah berita dalam arti yang biasa, bukan sekadar berita faktual, matter of fact news, melainkan berita yang dibuat menarik dengan dibubuhi unsur human touch, sentuhan perasaan manusia. Ini artinya berita tersebut diolah sedemikian rupa sehingga letak kelaikannya untuk dimuat dalam media bukan karena berita itu penting, melainkan karena berita itu ditulis secara menarik, atau memang beritanya itu sendiri menarik.
Berita-berita atau tulisan-tulisan feature bisa mengenai kejadian-kejadian apa saja yang kurang penting tetapi menarik. Cara penulisan yang dilakukan dalam feature ini ditekankan pada maksud untuk menghibur, menimbulkan rasa heran, geli, takjub, cemas, terharu, kasihan, jengkel, atau untuk mendidik, menambah pengetahuan, menimbulkan rasa keindahan, dan sebagainya. Pendeknya, gaya penulisannya ditekankan pada emosi, pada sentuhan perasaan manusia, pada human touch.[3]
Dalam menulis feature yang berupa berita maka persyaratan ketika menulis berita juga berlaku ketika menulis  feature. Artinya, feature juga berdasarkan fakta, bukan karangan (fiksi) dan penulis tidak boleh memasukkan opini pribadi dalam menulisnya. Kalaupun ingin menambahkan, yang diperbolehkan hanya penggambaran suasana fisik maupun hati dari lingkungan tempat mendapat informasi.
Umumnya, penulisan feature lebih panjang dari berita. Hanya dapat disebutkan, penulisan feature atau karangan khas ini tidak tunduk kepada teknik penulisan dan penyajian fakta seperti disyaratkan saat menulis berita yang memakai 5W+1H. keterangan 5W+1H dalam feature dapat diselipkan dalam alenia-alenia tulisan. Selain itu, di media cetak, biasanya nama penulis feature ditulis lengkap, bisa dalam pendahuluan atau akhir tulisan. Berbeda dengan berita yang biasanya menulis inisial atau kode penulisan.[4]
Secara pasti, dapat dikatakan feature merupakan salah satu bentuk berita yang penulisannya paling sulit karena penulisan berita dengan cara ini menuntut kelebihan dari penulisanya, baik wawasan maupun kemampuan menulis karena gaya bahasa penulisan feature bisa seperti cerpen.
Nilai berita yang terkandung di dalam laporan khas (feature) lebih banyak nilai menarik. Di sini, yang diinginkan khalayak dari laporan khas adalah sifat khas atau unik dari topik yang diuraikan.
Mengingat fakta yang diuraikan bersifat khas atau unik, cara penyajian dan penyusunan naskah juga harus bersifat sederhana dengan memberikan penekanan pada hal yang bersifat menarik tersebut.[5]
Feature merupakan berita yang berfungsi sama dengan berita umumnya, tetapi dengan gaya bahasanya yang terkesan seperti seni itu adalah ciri khas dari feature. Target yang ingin dicapainya adalah perasaan pembaca bukan rasio, seperti sasaran berita umumnya.
Ada beberapa ciri feature menurut Tempo (1979:6-8) yaitu
1.         Adanya unsur kreativitas
Dalam penyusunan feature, penulis tidak terlalu terikat pada tekhnik penyajian tertentu. Penyajian feature dapat berbeda-beda tergantung pada kekhasan penulisnya. Kreativitas penulis sangat dituntut untuk menuturkan informasi yang diperolehnya. Penyajian permasalahan dikembangkan dengan kreativitas penulisnya. Kadang ada pakar yang menyebut feature lebih mendekati sastra. Persamaan ini dilihat dari sudut pandang tekhnik penyajiannya yang membolehkan pemanfaatan kreativitas. Kesamaan feature dengan sastra bukanlah dari sudut data dan fakta. Dalam feature tetap dimuat data dan fakta yang benar dan akurat.
2.         Adanya unsur subjektivitas
Dalam menyusun feature, penulis dibolehkan memasukkan unsur subjektivitas. Ini dimaksudkan agar feature bisa lebih menarik dan tersaji dengan lancar. Wartawan boleh memasukkan oerasaan atau emosional sebatas untuk memudahkan penyajian, pikiran, dan oemahaman terhadap permasalahan dalam feature. Subjektivitas pada feature hanya sebtas untuk memudahkan penyajian, tidak untuk pengolahan data-data. Data-data yang subjektiv hanaya terdapat dalam sastra. Inilah yang membedakan feature dengan sastra. 
3.         Adanya unsur informatif
Feature disusun dan ditujukan untuk mengemukakan informasi-informasi penting dan bermanfaat bagi pembaca. Feature memuat ibnformasi-informasi yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita langsung. Banyak persoalan yang tidak layak menjadi berita atau reportase, namun perlu dan bermanfaat untuk diketahui masyarakat. Yang cocok untuk mengungkapkan hal ini adalah dengan melalui feature.
4.         Adanya unsur menghibur
Feature disusun dengan penyajian yang bisa membuat pembaca mengendorkan syaraf-syaraf yang tegang karena terlaly sibuk bekerja. Karena disajikan dengan gaya santai, feature diharapkan dapat menghibur pembaca. Feature adalah bentuk komunikasi yang santai. Feature banyak ditemukan dalam surat kabar mingguan. Sajiannya yang menghibur dapat membantu pembaca untuk menyegaran kembali pemikirannya. Surat kabar mingguan tidak tepat kalau isinya banyak berbentul berita langsung.[6]

B.     Jenis-jenis Feature
Adapun jenis-jenis feature, di antaranya:
1.      Feature Berita
Yang lebih banyak mengandung unsure berita, berhubungan dengan peristiwa actual yang menarik perhatian khalayak.
2.      Feature Artikel
Yang cenderung segi sastra. Biasanya dikembangkan dari sebuah berita yang tidak actual lagi atau berkurang aktualitasnya. Misalnya, tulisan mengenai keadaan atau suatu kejadian, seseorang, suatu hal, suatu pemikiran, tentang ilmu pengetahuan.dan lain-lain yang dikemukakan sebagai laporan (informasi) yang dikemas secara ringan dan menghibur.
Berdasarkan tipenya, maka feature dapat dibedakan menjadi:
a.       Feature Human Interest (langsuh sentuh keharuan, kegembiraan, kejengkelan atau kebencian, simpati dan sebagainya). Misalnya, cerita tentang penjaga mayat di rumah sakit, liku-liku kehidupan seorang guru di daerah terpencil, atau kisah seorang penjahat yang dpat menimbulka  kejengkelan.
b.      Feature pribadi-pribadi menarik atau feature biografi. Misalnya riwayat hidup seorang tokoh yang m,eninggal, tentang seorang yang berprestasi, atau seseorang yang meiliki keunikan sehingga bernilai berita tinggi.
c.       Feature Perjalanan. Misalnya, kunjungan ke tempat bersejarah di dalam atau di luar negeri, atau ke tempat yang jarang di kunjungi orang. Dalam feature jenis ini, biasanya unsure subjektivitas menonjol, karena biasanya penulisnya yang terlibat langsung dalam pweristiwa/ perjalanan itu mempergunakan “Aku”, “saya”, atau “kami” (sudut pandang- point of view-orang pertama).
d.      Feature Sejarah, yaitu tulisan tentang peristiwa masa lalu, misalnya peristiwa proklamasi kemerdekaan, atau peristiwa keagamaan dengan memunculkan “tafsir baru” sehinggga tetap terasa aktual untuk masa kini. 
e.       Feature Petunjuk Praktis (Tips), artikel, Guidance Feature, atau mengajarkan keahlian- how to do it. Misalnya tentang memasak, merangkai bunga, membangu rumah, dan sebagainya.[7]
f.       Feature komunitas di majalah atua koran sekolah, biasanya tipe informatif menghubungkan sekolah dengan bagian dari suatu komunitas yang berkaitan dengan murid. Banyak koran sekolah dewasa ini mempunyai feature tentang aspek-aspek pengadilan remaja, kepolisian, pendaftaran pemilu, unit gawat darurat rumah sakit, bahkan perawatan dirumah dan panti jompo. Jika dipakai, semua subjek ini harus menarik bagi pembaca di sekolah atau kampus
g.      Feature Interpretatif, yaitu menjelaskan beragam aspek sekolah atau kampus, atau masyarakat pada umumnya, seperti pameran seni, pelajaran baru, perubahan syarat nilai kelulusan, problem keuangan sekolah atau pemda., dan sebagainya.
h.      Feature wawancara simposium, adalah diskusi panel tentang topik terbaru yang menarik pembaca. Beberapa contohnya adalah opini tentang sistem konseling, informasi mahasiswa, uang jasa untuk dosen, persyaratan kelulusan dan lain sebagainya. Latar belakang penulis harus dimasukkan dalam berita.[8]

C.    Struktur Feature
Struktur tulisan feature umumnya disusun seperti kerucut terbalik, yang terdiri dari:
1.      Judul (head)
2.      Teras (Lead). Lead, intro atau teras feature, berisi hal terpenting untuk menarik perhatian pembaca pada suatu hal yang akan dijadikan sudut pandang dimualinya penulisan.
Jenis-jenis lead atau teras feature antara lain:
a.       Teras yang bercerita. Biasanya digunakan oleh para pengarang fiksi dalam cerpen atau novel.
Contoh:
Satpam PT Anu malam itu bertugas seperti biasanya. Setelah mengontrol pintu utama dan gedung, ia duduk di pisnya sambil waspada akan segala kemungkinan. Suasana malam itu memeang dingin,hujan rintik-rintik yang terjadi sejak sore, kian mendinginkan suasana. Ia pun terserang dan tak kuasa menahan kantuk. Tidur. Tak lama kemudian ia terbangun dan mendapati kedua tangannya terikat.
b.      Teras pertanyaan, dimaksudkan untuk menyentuh rasa ingin tahu (curiosity) pembaca.
Contoh:
Siapa penguasa Indonesia sebenarnya? TNI, Presiden, anggota dewan, IMF? Sulit menjawabnya. Namun, kita bisa mengetahui siapa paling berkuasa di negeri ini, demngan membandingkan besar kecilnya kewenangan mereka secara konstitusional dan kenyataan di lapangan.
c.       Teras kutipan, yaitu kutipan pepatah, ayat Al-Qur’an, ucapan atau pendapat orang terkenal yang berkaitan dengan tema feature.
Contoh:
Siapa menguasai informasi, dialah penguasa masa depan. Siapa buta politik, akan menjadi korban permainan politik “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah nasib mereka sendiri”.
Right or wrong is my country
d.      Teras ringkasan, yaitu teras yang menyimpulkan isi tulisan (inti cerita).
Contoh:
Berawal dari coba-coba, Ahmad akhirnya menjadi pengusaha sukses dengan ratusan karyawan.
e.       Tiruan bunyi
Contoh:
“Dor!” suara itu memecah keheningan malam dan mengagetkan pemuda Yono (28 tahun), yang malam itu telah berjalan menuju rumahnya. Iapun segera menuju kea rah datangnya bunyi tembakan itu. Didapatinya seorang pemuda bertato di lengannya tergeletak bersimbah darah.
f.       Teras sapaan, yakni menyapa pembaca
Contoh:
Anda termasuk orang yang sulit tidur?
Pernahkah Anda memperhatikan cara Anda berjalan?
g.      Teras deskriptif, menciptaan gambaran tentang suatu tokoh atau tempat kejadian.     
Contoh:
Penampilannya sama sekali tidak mengesankan bahwa ia seorang professor. Bercelana blue jeans dan berkaos oblong, tanpa kacamata dan bertubuh atletis, ia berbaur dengan mahasiswanya. Bagi yang belum mengenalnya, sulit membedakan mana mahasiswa dan mana professor yang membimbing mereka.
3.      Bridge atau jembatan antara lead dan body
4.      Tubuh tulisan (Body)
5.      Penutup (ending) yang biasanya mengacu kepada lead, menimbulkan kenangan atau kengerian, menyimpulkan yang telah diceritaakan atau mengajukan pertanyaan tanpa jawaban.
Adapun jenis-jenis penutup sebuah feature, di antaranya:
a.       Penutup menyimpulkan, yaitu meringkas apa-apa yang telah diuraikan dan mengarahkan ke lead.
b.      Penutup klimaks, biasanya dipakai dalam feature yang ditulis secara kronologis, yaitu megemukakan akhir cerita, seperti halnya cerita merangkai  bunga menjadi sebuah rangkaian bunga yang indah dan bernilai tinggi. Misalnya, kisah tentang awal meletusnya sebuah kerusuhan, di bagian akhir ditulis demikian: “maka, keesokan harinya, rapat umum pun digelar. Segera setelah rapat umum itu bubar, massa menjadi bringas dan tak terkendali.[9]
c.       Penutup berupa “potongan balik” (cut-back) atau “kilas balik” (flash-back) yang mengingatkan pembaca
d.      Penutup yang mengagetkan pembaca pada kesimpulan yang tidak terduga
e.       Penutup tanpa penyelesaian dan terbuka
f.       Penutup ynag bersifat narative
g.      Penutup yang bersifat deskriptif.
Semua unsur struktur feature menekankan tekhnik story-telling, pengisahan cerita. Pengisahan feature melukiskan gambaran peristiwa dengan kata-kata. Ia mencitrakan sesuatu pada pikiran khalayak.
Ia menggunakan teknik penulisan jurnalistik. Tapi, dengan memanfaatkan sekuen-sekuen peristiwa yang dibuang Piramida Terbalik. Bagaimana sebuah peristwa menjadi menarik, bagaimana kisahnya tetap informatif, dan bagaimana kisahnyaa menjadi enak dibaca. [10]

D.    Tekhnik Penulisan Feature
Setelah reporter mengumpulkan informasi berita, maka selanjutnya adalah proses penulisan dan penyusunan berita. Reporter harus menulis teras berita yang pendek tetapi amat menarik bagi pembaca sehingga mereka tidak cepat-cepat beralih ke berita lain.
Teras berita feature bukan ringkasan isi berita. Teras feature sering kali berisi contoh, kisah ringan atau pernyataan yang membuka nuansa berita. Teras berita yang unik, mencolok dan menarik dapat diaplikasikan saat menulis berita feature. Ketika reporter telah menyelesaikan wawancara dan observasi, dia harus memilih teras berita berdasarkan pertimbangan:
1.      Bagian apa yang paling memengaruhi saya?
2.      kisah apa yang ingin saya sampaikan kepada kawan-kawan?
3.      Apa yang membuat saya mengatakan “kisah ini benar-benar menarik”?
Biasanya, feature punya paragraf utama atau paragraf fokus sesudah teras berita. Paragraf inti atau fokus ini mengaitkan teras berita ke dalam fokus berita. Paragraf inti membantu pembaca memahami point utama berita dan memberi alasan bagi pembaca mengapa ia harus membaca berita tersebut. Paragraf utama akan memuat isi berita terkini jika berita feature ini dikaitkan dengan suatu kejadian. Mislnya, feature tentang keamanan berkendara memuat berita tentang kecelakaan di dalam paragraf inti.
Bacalah paragraf pembuka dari berita di bawah ini dan coba pahami apa maksudnya.
Saat masih di grade lima, John Brzozowski menjalani kehidupan yang normal. Ia bermain bola setiap sabtu, pergi ke gereja dan mengerjakan pekerjaan rumahnya. Tentang sebuah tugas PR dia menulis: “jika saja aku bisa membuat Santa mengabulkan dua permintaanku... 1.menghilangkan semua polusi udara. 2. Menyingkirakan semua pengedar narkoba dan memberitahu semua orang bahwa narkoba itu jahat sekali.”
Tetapi beberapa waktu lalu ibunya, Linda, mengatakan bahwa anak itu hilang. Pada suatu hari saat gerimis, John Brzozowski ditemukan tewas di mobilnya dan diduga karena over dosis heroin atau kokain, yang mengakhiri perjuangannya selama 6 bulan melawan narkoba. (Mellisa Borden, deSoto Eagle Eye, deSoto Highschool, deSoto Texas).
Dalam kalimat pembuka yang sederhana, penulis menyinggung fakta bahwa dalam satu titik kehidupan mungkin tak lagi normal bagi John Brzozowski. Kemudian dia menggambarkan keadaan anak normal yang menyadari persoalan. Kisah bahwa anak itu sangat mengetahui bahaya narkoba, namun dirinya sendiri ternyata sedang berjuang melawan anrkoba yang amat mengejutkan pembaca. Pembaca tahu bahwa berita ini adalah tentang perjuangan anak yang berjuang melawan narkoba selama 6 bulan. Pembaca sudah punya fokus dan kini siap untuk membaca seluruh berita.
Berita feature dapat ditata dalam bentuk apa saja dan bisa di tulis dengan panjang. Penulis sering menggunakan alat fiksi seperti ketegangan, kejutan, dialog, deskripsi, narasi dan klimaks dalam menegmbangkan isi berita feature jika dimungkinkan dan tepat.
Tujuan utamanya adalah membuat berita terus mengalir dan menarik pembaca tanpa henti. Susunlah berita sedemikian rupa sehingga pembaca dapat membaca dengan urutan logis.
Penataan susunan akan bervariasi bergantung pada tipe beritanya. berita feature dapat ditulis secara kronologis. Atau bisa juga dengan teknik flashback seperti dalam film. Jika penulis menggunakan elemen kejutan dan ketegangan, maka pikatlah perhatian pembaca dengan sedikit informasi sembari tetap mempertahankan ketertarikan pembaca. Ini adalah tugas yang amat sulit. Penulis feature harus menyusun outline struktur beritanya sebelum mereka menulis.[11]


IV.   KESIMPULAN
Feature dalam arti luas merupakan tulisan-tulisan di luar berita, dapat berupa tulisan ringan, berat, tajuk rencana, opini, sketsa, laporan pandangan mata dan sebagainya. Sedangkan dalam arti sempit, feature adalah tulisan yang sifatnya dapat menghibur, mendidik, memberi informasi, dan lain sebagainya mengenai aspek kehidupan dengan gaya yang bervariasi.
Feature merupakan berita yang berfungsi sama dengan berita umumnya, tetapi dengan gaya bahasanya yang terkesan seperti seni itu adalah ciri khas dari feature. Target yang ingin dicapainya adalah perasaan pembaca bukan rasio, seperti sasaran berita umumnya.
Adapun jenis-jenis feature, di antaranya: Feature Berita, Feature Artikel. Sedangkan berdasarkan tipenya, maka feature dapat dibedakan menjadi: Feature Human Interest (langsung sentuh keharuan, kegembiraan, kejengkelan atau kebencian, simpati dan sebagainya), Feature pribadi-pribadi menarik atau feature biografi, Feature Perjalanan, Feature Sejarah, yaitu tulisan tentang peristiwa masa lalu,  Feature Petunjuk Praktis (Tips), artikel, Feature komunitas di majalah atau koran sekolah, Feature Interpretatif, Feature wawancara simposium.
Struktur tulisan feature umumnya disusun seperti kerucut terbalik, yang terdiri dari: a) Judul (head), b) Teras (Lead). Lead, intro atau teras feature. Jenis-jenis lead atau teras feature antara lain: Teras yang bercerita. Teras pertanyaan, Teras kutipan, Teras ringkasan, Tiruan bunyi, teras sapaan, yakni menyapa pembaca, Teras deskriptif, menciptaan gambaran tentang suatu tokoh atau tempat kejadian. c)   Bridge atau jembatan antara lead dan body, d)Tubuh tulisan (Body), e) Penutup (ending) Adapun jenis-jenis penutup sebuah feature, di antaranya: Penutup menyimpulkan, Penutup klimaks, Penutup berupa “potongan balik” (cut-back) atau “kilas balik” (flash-back) yang mengingatkan pembaca, Penutup yang mengagetkan pembaca pada kesimpulan yang tidak terduga, Penutup tanpa penyelesaian dan terbuka, Penutup ynag bersifat narative, Penutup yang bersifat deskriptif.
Tekhnik Penulisan Feature,dalam menulis berita feature terlebih dahulu reporter mengumpulkan informasi berita kemudian proses penulisan dan penyusunan berita. Dalam penulisan berita reporter harus menulis teras berita yang menarik, setelah itu, biasanya feature punya paragraf utama atau paragraf fokus sesudah teras berita. Paragraf inti atau fokus ini mengaitkan teras berita ke dalam fokus berita. Susunlah berita sedemikian rupa sehingga pembaca dapat membaca dengan urutan logis.



DAFTAR PUSTAKA
Asep Syamsul M. Ramli, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, JURNALISTIK: Teori dan Praktik, Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008.
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005
Tom E. Rolnicki,dkk, Pengantar Dasar Jurnalisme,Terj. Tri Wibowo Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Wahyudi J.B, Dasar-dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1996.
Ermanto, Wawasan Jurnalistik Praktis, Yogyakarta: Cinta Pena, 2005.



Biodata penulis:
(Kiri)               Nama               : Ikfina Kamalia Rizqi
                        TTL                 : Tegal, 04 Januari 1993
                        Alamat                        : Mindaka, RT/RW 06/01 Kec. Tarub Kab. Tegal
                        Motto            : Be My Self
                                                  Keep Fighting!!!
(Tengah)          Nama               : Ika Rizqi Lestari
TTL                 :Kendal, 04 Juli 1992
Alamat                        :Gonoharjo,Rt/Rw: 01/III, Kec. Limbangan, Kendal
Motto                :Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat berharga
(Kanan)           Nama               : Iis Maghfiroh
TTL                 : Tegal, 30 April 1991
Alamat                        : Sidapurna, Rt/Rw: 04/II, kec. Dukuhturi, Tegal
                        Motto              : Hilangkan rasa malu dalam mengejar prestasi!!!
.