SUKSESNYA SI ANAK
ENGKRAK
Muhammad Rikza Chamami, seorang
Dosen di salah satu Insitut Islam Negeri di Semarang ini masuk kelas dengan
senyuman yang terpancar dari wajahnya. Seperti dosen-dosen lainnya, ia datang
ke kampus pagi-pagi sekali. Pria yang akrab dipanggil dengan Rikza ini datang
ke kampus dengan penampilan yang rapi, berpeci dan sederhana. Dosen yang lahir
pada hari kamis kliwon, 20 Maret 1980 ini sekarang juga dikenal sebagai Sekretaris
Laboratorium Pendidikan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Menjadi orang yang sukses
merupakan impian Rikza sejak kecil. Ia berusaha semampunya untuk mewujudkan
impiannya tersebut. Tanpa kenal lelah ia terus belajar dan belajar. Dengan
semangatnya yang tinggi, ketekunan serta kedisiplinan akhirnya Rikza dapat
mewujudkan impiannya menjadi seorang dosen.
Namun dibalik kesuksesan yang
sudah diraihnya sekarang itu, ada kenangan masa lalu yang tak pernah ia
lupakan. Pria bertubuh mungil ini dilahirkan dari keluarga menengah ke bawah. Pembuat
sandal imitasi, itulah pekerjaan orang tuanya. Ia dilahirkan di desa Krandon,
Kudus, yang pada saat itu tradisi masyarakat sekitarnya masih memegang teguh tradisi
kejawen. Salah satu tradisinya, ketika ada bayi yang lahir dihari yang sama
dengan ibunya, maka bayi tersebut harus dibuang, tujuannya, agar anak tidak
bertengkar dengan ibunya. Itulah yang dialami Rikza, hari lahirnya sama dengan
hari lahir ibunya, kamis kliwon. Rikza dibuang orang tuanya di “Engkrak” yang
akhirnya ditemukan oleh simbahnya, Saudah. Itulah kisah malang seorang Rikza
kecil. Mengalami nasib seperti itu di masa kecilnya, tak menghalangi Rikza
untuk tetap semangat menjalani hidup.
Semasa kecil ia sudah senang
dengan ilmu, ilmu sangat penting baginya. Sejak kecil ia sering ikut tradisi-tradisi
pedesaan secara cultural seperti ngaji ziarah, termasuk juga silaturrahmi ke rumah Kyainya. Dolanan-dolanan
pedesaan, seperti setinan, gobak sodor juga merupakan aktivitas Rikza semasa
kecilnya. Salah satu hal yang tidak pernah terlupakan juga oleh Rikza, orang
tua yang mendidik anaknya dengan prinsip tirakat, tepo seliro artinya
tidak boleh hidup mewah harus sederhana. Itulah yang sampai sekarang pun masih dipegang
teguh oleh seorang Rikza chamami walaupun sudah meraih kesuksesannya.
Miskin baginya bukan berarti tidak bisa apa-apa.
“Karena miskin, prinsip saya sejak kecil “miskin boleh, sukses harus!”,
kemiskinan bukan halangan untuk sukses”, ungkapnya. Itulah lika-liku kehidupan
seorang Rikza, si anak engkrak yang malang tetapi berhasil meraih kesuksesan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar